Sabtu, 19 Maret 2011

HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM KEGIATAN BISNIS


HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM KEGIATAN BISNIS
1.Hak merek
            Hak merek adalah tanda yang berupa gambar,nama,kata,huruf-huruf,angka-angka,susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. (Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang No.19 Tahun 1992 = Undang-Undang tentang Merek). Suatu merek dianggap sah apabila merek itu telah didaftarkan dalam Daftar Merek. Barang siapa yang pertama mendaftarkan,dialah yang  berhak atas merek,dan secara eksklusif dia dapat memakai merek tersebut,sedang pihak lain tidak boleh memakainya,kecuali dengan izin.
            
      Tanpa pendaftaran tidak ada hak atas merek,inilah terdapat lebih banyak kepastian. Hal ini tersimpul dalam pasal 3 Undang-Undang No.19 Tahun 1992 tentang merek yang menyatakan: “Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar merek umum untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek itu atau memberi izin kepada seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya”. Jelas bahwa penekanan terletak pada pendaftaran yang menimbulkan hak atas merek dan bukan pada pemakaian pertama. Perlu pula diperhatikan pasal 4 Undang-Undang No.19 Tahun 1992 :”(1)Merek hanya didaftar atas dasar permintaan yang diajukan pemilik merek yang beritikad baik”. Perlu dijelaskan bahwa  pemakaian merek berbeda dengan kepemilikan merek. Kepemilikan merek dapat diperoleh dengan cara pewarisan,wasiat,hibah,perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh Undang-Undang (Menurut pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No.19 Tahun 1992).
            
 Sedangkan pemakaian merek dapat dilakukan oleh pemilik sendiri,maupun oleh orang lain dengan izin pemilik merek. Izin ini dapat melalui lisensi atau Franchise (waralaba). Apabila diasumsikan bahwa esensial franchise (waralaba itu adalah perjanjian pemberian lisensi,sesuailah dengan azas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pasal 1320 kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu ketentuan-ketentuan lisensi yang terdapat dalam undang-undang tentang merek dapat diterapkan pada perjanjian waralaba (franchising). Pemberian lisensi kepada orang lain dilakukan dengan perjanjian untuk menggunakan mereknya baik untuk sebagian ataupun seluruhnya jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas. Artinya tidak setiap orang boleh memakai merek orang lain tanpa izin pemilik merek yang bersangkutan. Apabila seseorang memakai merek orang lain tanpa izin pemilik merek maka pemilik merek dapat menuntut pemilik merek tanpa izin itu. Termasuk merek dalam waralaba. Tuntutan itu dapat dilakukan berdasarkan hukum perdata maupun hukum pidana.
             
Hal ini dapat disimpulkan dari pasal 72 sampai dengan pasal 76 dan pasal 81 sampai pasal Undang-Undang merek (Undang-Undang No.19 Tahun 1992). Inti yang penting dari pasal-pasal tersebut diatas yang perlu diketahui adalah:                                                                                               
A.Pasal 72 ayat (1): pemilik terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya. Yang mempunyai persamaan baik pada pokoknya atau pada keseluruhannya secara tanpa hak,berupa permintaan ganti rugi dan penghentian pemakaian merek tersebut.                                                                                                                                                                  
 B.Pasal 76: Hak mengajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Bab ini (maksudnya Bab VIII tentang gugatan ganti rugi, yang diawali pasal 72) tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tindak pidana dibidang merek.
Adapun ketentuan pidana yang dapat dituntutkan pda pemakai merek lain tanpa hak (izin pemilik) adalah:
Pasal 81: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan akan diperdagangkan dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 82: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pasal 83: Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 dan 82 adalah kejahatan.
Pasal 84: Setiap orang yang memperdagangkan barang atau jasa tersebut menggunakan ayat (1) merek terdaftar milik orang lain secara tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) ayat (2):Tindakan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Dari ketentuan diatas dapatlah disimpulkan bahwa setiap orang yang menggunakan merek dalam waralaba tanpa hak dapat dituntut baik tuntutan ganti rugi maupun dipidana penjara dan ditambah denda.

2.Hak paten (Undang-Undang No.6 Tahun 1986)
           
Paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi,untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1). Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang paten).
Dari pasal 1 angka 2 UUP dapat disimpulkan bahwa penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi yang dapat berupa: Proses produksi,Hasil produksi,Penyempurnaan proses produksi,penyempurnaan hasil produksi,pengembangan proses produksi,pengembangan hasil produksi.
            
 Suatu paten bila dialihkan kepada pihak penerima maka pengalihan itu harus dilakukan secara tertulis. Jika dilakukan dengan perjanjian harus dengan akta notaris,dan wajib didafarkan pada kantor paten dan dicatat dalam daftar umum. Apabila dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan maka pengalihan itu tidak sah dan tidak berlaku (Pasal 73 Undang-Undang paten). Ketentuan ini menyatakan bahwa apabila ada orang lain memakai,melaksanakan paten milik orang lain yaitu pemakaian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari paten,maka perbuatannya itu tidak sah dan diet karena itu dapat dituntut. Pengalihan pemilihan paten baik seluruhnya atau sebagian dapat terjadi karena pewarisan,hibah,wasiat,perjanjian, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan undang-undang, pelanggaran terhadap paten dapat dituntut secara perdata dan pidana. Setiap orang yang menggunakan paten tanpa izin pemegang hak paten,dapat dituntut oleh pemegang(pemilik) hak paten berupa ganti rugi dan penyerahan kepadanya seluruh atau sebagian dari paten itu (Pasal 121 dan Pasal 122 Undang-Undang paten).
            
 Di samping itu dapat juga dituntut secara pidana bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagai: membuat,menjual,menyewakan,menyerahkan,memakai,menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberikan paten, menggunakan proses produksi yang diberikan paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya,dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah). Pada paten sederhana dikenakan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana ini merupakan perbuatan kejahatan (hal ini tersimpul dalam pasal 126 sampai dengan pasal 129 Undang-Undang paten).

3.Hak Cipta
            
 Pengaturan hak cipta dijumpai dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1982. Yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
             
Hak cipta itu diberikan pada pencipta atau penerima hak atas suatu ciptaan. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasi lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi,ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu,seni dan sastra. (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Hak cipta).
             
Hak dari ciptaan dapat beralih pada orang lain melalui lima cara,yaitu:
1.     Warisan
2.     Hibah
3.     Wasiat
4.     Dijadikan milik negara
5.     Perjanjian yang harus dilaksanakan dengan akta,mengenai wewenang yang disebut dalam akta.(Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang hak cipta)

Setiap orang yang mempergunakan ciptaan orang lain tanpa izin pencipta dapat dituduh sebagai perbuatan kejahatan dan ditindak dengan ketentuan pidana, seperti tersebut dalam pasal dibawah ini.
Pasal 44:ayat (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah).


Ayat (2) : Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,memamerkan,mengadakan atau menjual kepada umum suatu ciptaan barang hasil pelanggarn hak cipta dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluhjuta ru[piah) dan seterusnya. Selain menyangkut hak milik intelektual,terhadap perjanjian waralaba masih terdapat lagi ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan yang berhubungan dengan waralaba tersebut, seperti:

1.Berhubungan dengan hukum ketenagakerjaan.                                                                              
Hukum ketenagakerjaan pada hakekatnya mempunyai peranan untuk menjamin kedudukan sosial ekonomi tenaga kerja serta arah yang harus ditempuh dalam mengatur hubungan sosial ekonomi tenaga kerja. Selain itu hukum ketenagakerjaan mempunyai fungsiuntuk melindungi hak-hak fundamental pekerja dan pengusaha, dan menetapkan standar minimal,mengatur keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menciptakan ketenangan kerja dan ketentraman usaha. Hukum ketenagakerjaan berlaku pada perjanjian waralaba,apabila hubungan antara pemegang hak waralaba dan pekerja dalam usaha waralaba sebagai hubungan pekerja. Artinya pengusaha waralaba mempekerjakan orang lain sebagai pekerja,terciptalah hubungan kerja,dan antara keduanya punya hak dan kewajiban. Hak pekerja antara lain:
1.     Hak atas upah
2.     Hak atas keselamatan kerja dan kesehatan kerja
Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.14 tahun 1969. Dan pengusaha selain mempunyai kewajiban pada pekerja untuk membayar upah dan sebagainya,pengusaha waralaba juga punya kewajiban kepada pemerintah, setidaknya melaporkan kegiatan usahanya setiap tahun. Hal ini ditentukan dalam Undang-Undang No.7 tahun 1981.
2. Berhubungan dengan peraturan pajak penambahan nilai(ppn). Dalam rangka bisnis waralaba terdapat transaksi yang terutang,yaitu:
a)     Penyerahan jasa dari pemilik waralaba kepada pemakai berupa hak-hak penggunaan merek (merek dagang) untuk dipergunakan oleh pemakai waralaba.
b)     Penyerahan barang kena pajak(BKP) oleh pemakai waralaba dan atau pemilik waralaba dalam negeri kepada pihak lain.

Hal ini ditentukan dalam undang-undang ppn 1984. Selain dari pada itu bahwa pemakai waralaba yang memperoleh penghasilan juga dikenakan pajak penghasilan (pph), hal ini ditentukan pasal 17 UU-PPh 1984, yaitu:
a)     15% untuk penghasilan sampai dengan Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
b)     25% untuk penghasilan diatas Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
c)      35% untuk penghasilan diatas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Dalam menghitung besarnya PPh terhutang tersebut,dapat dikurangkan,biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk memperoleh,menagih dan mempertahankan penghasilan yang meliputi antara lain pembayaran royalti kepada pemilik waralaba.
-PPh atas pembayaran royalti.
      Sesuai dengan ketentuan pasal 23 UU-PPh 1984,pemakai waralaba sebagai wajib pajak dalam negeri wajib memotong PPh sebesar 15% dari jumlah bruto atas pembayaran royalti kepada pemilik waralaba yang merupakan wajib pajak dalam negeri.
      Pasal 26 UU-PPh 1984: Apabila pembayaran royalti dilakukan oleh pemakai waralaba kepada pemilik waralaba luar negeri,maka pemakai waralaba sebagai wajib pajak dalam negeri wajib memotong PPh pasal 26,sebesar 20% dari pembayaran bruto rotalti.pemotongan PPh pasal 26 ini bersifat final, artinya pemilik waralaba sebagai wajib pajak luar negeri tidak perlu mengisi dan menyampaikan SPT-PPh.
3.Berhubungan dengan wajib daftar perusahaan.
      Daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. (Pasal 1 huruf a undang-undang R.I Nomor 3 Tahun 1982,tentang daftar perusahaan).
      Dalam ketentuan Undang-Undang tersebut ditentukan bahwa tujuan dari daftar perusahaan adalah menjamin kepastian berusaha. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan, terkecuali:
      Perusahaan negara yang terbentuk berdasarkan jawatan (perjan) seperti yang diatur dalam undang-undang no.9 tahun 1969, dan perusahaan kecil perorangan yang dijalankan  oleh pribadi pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terekat serta tak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
      Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya diwilayah Negara Republik Indonesia,termasuk kantor cabang,kantor pembantu,anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian,perusahaan itu ada yang berbentuk badan hukum,termasuk koperasi,persekutuan,perorangan,dan perusahaan lainnya (pasal 7 dan 8 undang-undang No.3 Tahun 1982)
      Berdasarkan ketentuan tersebut diatas,suatu usaha bisnis waralaba termasuklah didalamnya,walaupun mungkin diusahakan oleh perorangan bukan badan hukum.
      Pemilik atau pengusaha waralaba yang wajib melaksanakan pendaftaran ini, atau boleh juga dikuasakan pada orang lain untuk mendaftar. Dalam ketentuan Undang-Undang ini pada pasal 32 ditentukan bahwa, barang siapa dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak melaksanakan kewajibannya mendaftarkan perusahaannya diancam dengan pidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda etingi-tingginya Rp.3.000.000,-(tiga juta rupiah)
      Pasal 33: Menentukan bahwa apabila melakukan atau meyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.1.500.000,-(satu juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini merupakan pelanggaran, disamping pendaftaran dalam daftar perusahaan, maka uaha waralaba juga diwajibkan mempunyai surat izin usaha perdagangan (S.I.U.P), sesuai dengan ketentuan keputusan mentri perdagangan No.:1456/kp/XII/84. Surat izin usaha perdagangan (S.I.U.P) adalah izin untuk dapat melaksanakan kegiatan perdagangan,yang dimaksud dengan perdagangan adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan diwajibkan memiliki S.I.U.P (Pasal 3 Kep.Men.Dag. No.:1458/Kp/XIJ/84). Waralaba (franchise) sebagai salah satu kegiatan usaha perdagangan wajib mempunyai surat izin usaha perdagangan (S.I.U.P).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar